Melawan Stigma dan Diskriminasi Penyakit Kusta #1 - Sejarah Kusta



Menurut laman Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (Pusdatin), kusta adalah penyakit kuno yang penjelasannya sudah sejak lama tercantum di dalam literatur peradaban kuno. Penyakit kusta telah dikenal 2000 tahun Sebelum Masehi (SM) yang jejaknya diketahui dari sejarah peninggalan dan prasasti di Mesir, di India 1400 SM, di Tiongkok 600 SM, Mesopotamia 400 tahun SM.

Dahulu penyakit kusta dianggap sebagai penyakit kutukan karena belum ditemukan obatnya sehingga para penderita kusta harus di isolasi maka dibuatlah leprosaria, koloni, atau perkampungan khusus penderita kusta.

Basil kusta baru ditemukan tahun 1874 oleh sarjana dari Norwegia, Gerhard Armauer Henrik Hansen. Oleh karena itu, kusta disebut juga penyakit Morbus Hansen. Saat itu diketahui bahwa kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae, penyakit ini ternyata disebabkan oleh kuman dan bukan karena kutukan dan bukan penyakit keturunan atau genetis.

Kusta menyerang kulit dan saraf tepi bila tidak tertangani dengan baik maka dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf anggota gerak termasuk saraf mata. Namun, penyakit kusta tidak menyebabkan anggota tubuh lepas begitu saja seperti pada penyakit tzaraath yang seringkali dipersepsikan keliru oleh masyarakat.

Satu abad kemudian Lepra baru dapat dikembangkan di laboratorium oleh Professor Aryeh L. Olitzki kepala bagian mikrobiologi klinis dan serologi Rumah Sakit Hadassah di Jerusalem. Saat itu belum ditemukan pengobatan yang tepat sehingga penderita kusta hanya mendapat Streptomycin yang biasa digunakan untuk penderita Tuberculosis (Kompas, 16/12/1965, "Penemuan Penting untuk Berantas Penyakit Lepra").

Penanganan kusta berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran dan obat-obatan. Pengobatan pertama terjadi pada tahun 1940-an dengan pengembangan obat dapson, yaitu substansi berbahan sulfur yang bekerja dengan cara mencegah bakteri penyebab kusta bereproduksi.

Durasi pengobatan yang berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seringkali seumur hidup, membuat penderita kusta pada masa itu menjadi sulit untuk konsisten menjalani pengobatan. Pada tahun 1950-an, terjadi resistensi bakteri M. Leprae, bakteri penyebab kusta, terhadap obat dapson, satu-satunya obat antikusta yang diketahui pada saat itu. Resistensi bakteri ini menyebar cukup luas sehingga mengakibatkan penderita kusta yang diberikan obat dapson tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda kepulihan. Sebagai solusi dari masalah resistensi ini, pada awal 1960-an, rifampisin dan klofazimin ditemukan dan kemudian ditambahkan ke dalam rejimen pengobatan, yang kemudian diberi label sebagai Multi-Drug Therapy (MDT).

Harian Kompas edisi Rabu, 11 Juni 1969 dengan judul berita “Obat Baru untuk Menyembuhkan Penyakit Kusta” menyebutkan negara Swiss mengumumkan bahwa peneliti mereka berhasil menemukan obat baru untuk penderita kusta.

Penularan terjadi melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet) saat batuk atau bersin, tetapi penularan terjadi jika hidup dengan penderita dalam waktu cukup lama. Jika hanya bersalaman ataupun berkomunikasi singkat, tidak akan tertular. Gejala awal kusta atau lepra adalah rasa lemah atau mati rasa di tungkai kaki, dan timbulnya lesi pada kulit.

Dalam upaya melawan penyakit kusta di dunia, pada tahun 1981 Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan MDT. Regimen MDT yang direkomendasikan saat ini terdiri dari tiga obat: dapson, rifampisin dan clofazimine. Perawatan ini berlangsung selama enam bulan untuk kusta tipe pausibasiler dan 12 bulan untuk kusta tipe multibasiler. MDT bekerja dengan cara membunuh patogen dan kemudian menyembuhkan pasien.

Sejak tahun 1995 WHO telah memberikan MDT secara gratis. MDT gratis awalnya didanai oleh The Nippon Foundation, dan sejak tahun 2000 didonasikan melalui perjanjian dengan Novartis. Perjanjian donasi MDT dengan Novartis telah diperbarui sampai tahun 2025 mendatang.

Lebih dari 16 juta pasien kusta telah diobati dengan MDT selama 20 tahun terakhir sejak diperkenalkan. Penurunan umum dalam kasus baru, meskipun bertahap, telah diamati di beberapa negara. Kasus baru berkurang menjadi 202.256 kasus pada tahun 2019. Banyak negara melaporkan hanya terjadi beberapa kasus, sementara 45 negara melaporkan nol kasus baru kusta.

Post a Comment

0 Comments